“Mau dibawa ke mana hubungan kita?“ Sepenggal lagu dari band yang namanya berhubungan dengan dunia kemaritiman ini begitu familiar di telinga. Dalam percintaan pra-nikah, apapun itu sebutannya. Entah pacar, gebetan, atau pun balon (bakal-calon). Pertanyaan yang paling jadi pondasi adalah mau dibawa ke mana sih Armada ini, eh hubungan ini? Arahnya ke mana heyy!?!?
Arah di sini tentu bukanlah merujuk kepada tempat. Yang tinggal ketik di google maps, lalu dituntun jalan mana saja yang harus dilewati. Tetapi lebih dari itu. Bahkan lebih panjang dari jalur Anyer-Panarukan.
Bilamana kebanyakan perempuan tidak begitu mahir membaca google maps, kali ini tidaklah mengapa. Beda konteks soalnya. Nantilah itu kita permasalahkan di lain hari: kalau tema yang di bahas adalah tentang bepergian atau berhealing-healing ria.
Bukan pula yang dimaksud adalah arah mata angin. Bukan ke timur, bukan ke selatan, apalagi pergi ke barat mencari kitab suci. Tapi mengutarakan apa saja rencana di depan. Jika si laki-laki mengungkapkan seluruh impiannya (bahkan yang paling utopis pun). Si perempuan harus menyimak dengan seksama, adakah dirinya di dalam plan tersebut? Jangan sampai hanya jadi plan-plan pak supir doang. Lalu setelah panjang lebar diceritakan dengan begitu hebat rancangan masa depannya, masuk akal tidak— bila dirinya menjadi tokoh utama di dalamnya?
Dan begitu juga sebaliknya. Perempuan pasti juga memiliki banyak harapan dan cita-cita. Adalah kebodohan jika memutuskan bersama pasangan yang secara holistik sebenarnya tidak akan mewujudkan kehidupan yang ia mau. Tapi karena sudah kadung cinta dan pada akhirnya terikat. Ia melimpahkan semua kesalahan ada pada si pasangan. Tentu ini lebih bodoh lagi.
Ingat-ingat bahwa kisah yang akan dibangun tidak terdiri oleh satu, tapi ada dua tokoh utama. Ada pembagian peran di situ. Kisah ini akan diwarnai dengan hal-hal menarik juga konflik yang bisa melebar ke mana-mana. Seperti sebuah novel. Dan selayaknya novel yang terdiri dari berbagai unsur intrinsik, hubungan percintaan pun memerlukan pendalaman unsur-unsur seperti berikut (bisa jadi clue arah perjalanan hubungan nanti, ceritanya bisa lanjut atau tidak)
#1. Setting tempat
Pertama, masing-masing harus tahu habitat macam apa yang paling dirasa cocok selama ini dan seterusnya. Kan tidak mungkin seorang Squidward Tentacles dan Sakura Haruno bisa hidup bersama. Konsep tresno jalaran seko kulino jelas tidak dapat diterapkan. Lha wong Bikini bottom dan Konoha adalah dunia yang sangat berbeda. Maka cek betul-betul, siapa doi. Jangan-jangan dia bernapas pakai insang!
Mengetahui dari mana dia berasal. Kenapa dia ada di daerah ini saat ini. Atau kota manakah yang jadi impiannya. Adalah salah satu petunjuk untuk mengenalnya lebih dalam dan akan tumbuh seperti apa ia kelak.
Orang yang dibesarkan di daerah pegunungan tentu beda dengan yang dibesarkan di dataran rendah. Orang pesisir tidaklah sama dengan orang yang terbiasa tinggal di komplek perkotaan. Sama-sama orang Islam pun belum tentu senada, anak dengan latar belakang keluarga yang cenderung NU akan berbeda dengan yang Muhammadiyah. Belum lagi kalau beda antar suku, agama, dan ras. Utamanya garis-bawahi-lah kata kal—cer....
Culture selalu menjadi tantangan tersendiri bagi setiap pasangan yang akan melaju ke jenjang lebih jauh. Maklum lah ya, karena Indonesia ini penuh dengan kemajemukan. Probabilitas seseorang menyukai atau mencintai orang lain dengan latar belakang yang berbeda, jadi sangat tinggi. Apalagi di kota-kota besar. Sering banget! Yang notabene jadi tujuan utama (dari berbagai penjuru) untuk mencari penghidupan beserta hingar-bingarnya.
#2. Setting waktu
Selama belum ada pernyataan resmi bahwa mesin waktu itu benar-benar ada dan terbukti. Maka bisa dipastikan pasangan kita hidup di detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun yang sama dengan kita.
Namun bukan itu yang dimaksud. Jalannya waktu boleh sama. Tetapi setiap orang, lagi-lagi soal latar belakang dan juga hasrat. Bisa menangkap atau tertangkap oleh zaman tertentu.
Di kala mayoritas orang memilih untuk selalu mengikuti perkembangan atau trend teknologi. Masih ada sebagian orang yang meski hidup di masa kini, namun punya selera serba 90-an: musik 90-an, kendaraan 90-an sampai fashion 90-an. Ada pula yang secara sosial-budaya memang mempertahankan kearifan lokal yang telah berlangsung ratusan tahun seperti suku Baduy di Banten.
Nah, bagaimana dengan pasanganmu? Apakah dia tipe yang saking update dan upgradenya sampai punya gelar Pro-Max di nama belakangnya? Apakah dia tipe orang yang lebih memilih dapat hiburan dari menonton drama kolosal dibanding langganan Netflix?
Tidak akan nyambung. Jika segala aktivitasmu yang sudah berbasis AI. Hidup bareng dengan sang pemburu-pengumpul. Hahahah. Kecuali kamu berjiwa anak pramuka yang addict sama api unggun, we-lha...
#3. Plot/Alur
Kisah klasik yang berasal dari Yunani Kuno. Legenda Sisyphus yang dihukum terus-menerus mendorong bongkahan batu besar ke puncak bukit lalu turun lagi. Barangkali selalu dijadikan perlambang bahwa kehidupan mayoritas manusia itu monoton. Iya, hidup yang repetitif itu pancen mboseni!
Memang begitu adanya, Dan kita musti berdamai dengan kutukan Sisyphus yang menjangkiti kita semua. Karena itu bukan pilihan, tapi cenderung sebuah kemutlakkan. Bahwa hidup kita lekat dengan pengulangan dan sebuah beban.
Yang diperlukan adalah cara kita mencari celah-celah agar tidak setiap waktu merasa susah. Salah satunya adalah dengan memilih orang yang tepat untuk menemani kita. Pasangan yang bisa membawa kita keluar dari alur cerita yang datar, seolah terjebak di hari yang sama setiap terbangun dari tidur. Pasangan yang mendorong kita menelurkan potensi terbaik dalam diri. Sehingga punya banyak “seni” membuat perjalanan hidup jadi lebih suangarr dan menarik!
Karena perjalanan cinta itu lebih panjang dari sekadar jalur Anyer-Panarukan. Maka arah hubungan bagi dua orang yang telah dewasa dan punya kesadaran yang tinggi, tentu adalah sebuah pernikahan. Karena dibutuhkan landasan yang konkret untuk bisa melaluinya.
Kemudian hal yang terpenting adalah “daya tahan” dan “manajemen perjalanan”. Manajemen perjalanan adalah tentang bagaimana menentukan mana tujuan utama, mana tujuan sekunder. Menentukan kapan harus berhenti sejenak untuk mengisi energi kembali. Kita dan pasangan sama-sama membutuhkan pit-stop. Ga mungkin gasss terosss euy! Jangan sampai niat segera sampai, merasa akan lancar-lancar saja. Bebas hambatan serasa bablas angine. Malah jadi bablas engine! Astagfirullah. Plan-pelan pak supir....