Ngayau, Tradisi Memburu Kepala Manusia Milik Suku Dayak

Ngayau, Tradisi Memburu Kepala Manusia Milik Suku Dayak
JEVPEDIA.COM - Suku Iban dan Suku Kenyah, dua dari suku Dayak di Kalimantan memiliki sebuah tradisi yang diberi nama Ngayau. Mengutip Kompas, Ngayau diartikan sebagai kegiatan berburu kepala dengan cara memenggal kepala musuh dan membawanya ke rumah sebagai trofi. Suku Dayak Kenyah dilaporkan sebagai pemburu kepala paling terkenal di Kalimantan, namun suku Dayak Iban juga menggelar upacara perburuan kepala yang disebut Gawai setiap tahunnya. Seorang penjelajah bernama Charles Constant Miller pernah menulis dalam bukunya yang berjudul "Black Borneo" pada tahun 1942 bahwa praktik memburu kepala terkait dengan kekuatan supernatural yang diyakini oleh orang-orang Dayak ada di kepala manusia.
Ngayau 2 A4541
Bagi suku Dayak, tengkorak kepala manusia yang sudah dikeringkan adalah sihir terkuat di dunia dan mampu menjadi obat wabah, mengusir roh jahat, hingga tolak bala. Orang asing lainnya yang pernah menjadi saksi ritual Ngayau adalah Ida Pfieffer, pelancong asal Austria. Dikutip dari National Geographic, pada bulan Januari tahun 1852 dirinya menuju kawasan Iban bersama salah seorang pemandu untuk mengunjungi sebuah benteng di Skrang. Perempuan pertama yang menjelajahi pedalaman hutan Borneo tersebut mengatakan bahwa pria-pria Dayak di zaman itu kerap mengenakan berbagai perhiasan, namun yang paling mewah adalah kalung dan gelang tangan dari gigi manusia. Ia juga menyaksikan pemandangan tak biasa lainnya, yaitu kepala manusia yang dijadikan trofi perang. Adapun kepala tersebut adalah milik musuh mereka. Kepala-kepala tersebut dikeluarkan dari keranjang dan kemudian digantung untuk dipamerkan dengan rasa puas dan bangga. Ida mengatakan bahwa kepala itu diasap hingga dagingnya mencapai kondisi setengah matang, sementara bibir dan telinganya layu. "Kepala-kepala itu tetap dengan rambutnya, dan salah satu kepala itu bahkan matanya membelalak," kisah Ida. 30 tahun setelah kunjungan Ida, seorang penjelajah asal Norwegia, Carl Bock menerbitkan buku "The Head Hunters of Borneo" yang didalamnya juga menyebutkan praktik memburu kepala. Untuk memburu kepala musuh, biasanya para pemburu terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 10 hingga 20 orang laki-laki yang bergerak secara diam-diam dan tiba-tiba. Kepala musuh yang telah digunakan dalam upacara atau ritual akan digantung di beranda rumah.
Ngayau 1 38f69
Sumber foto: National Geographic Alasan mengapa bagian kepala yang dipilih dan bukan bagian-bagian tubuh lainnya dijelaskan oleh McKinley dalam bukunya bahwa kepala sangat cocok karena mengandung unsur wajah dan menjadi simbol yang paling konkret dari jati diri sosial. Meski dilakukan oleh beberapa suku Dayak di Kalimantan, masih ada suku lain yang tak menjalankan tradisi Ngayau, yaitu Suku Dayak Maanyan dan Suku Dayak Meratus. Ketika terjadi perang dahulu, nenek moyang suku-suku tersebut memang memenggal kepala pimpinan musuh yang jadi target sasaran mereka, tetapi hanya untuk membuat prajuritnya bertekuk lutut. Setelah itu, kepala beserta badan dari pimpinan akan dikuburkan bersama, bukan dipajang sebagai trofi ataupun dijadikan pelengkap ritual. Konon, seorang Dayak yang akan menjalankan tradisi Ngayau tidak menggantungkan diri pada kemampuan senjatanya, melainkan pada kekuatan jiwa demi mencapai tujuan. (jalantikus.com)

Berita Lainnya

Index