Efek dari surya pethak dapat membuat suhu permukaan bumi menjadi lebih dingin, sehingga tumbuhan tidak dapat tumbuh dengan optimal dan manusia akan mudah menggigil.
Menurut Andi jika dikaitkan dengan musim, surya pethak umumnya hanya terjadi di musim-musim penghujan, di mana saat itu penguapan air cenderung tinggi sehingga kabut awan lebih mudah terbentuk. Penyebab yang memungkinkan fenomena ini dapat terjadi, adalah letusan gunung berapi dan perubahan sirkulasi air laut yang dapat mempengaruhi penguapan dan pembentukan awan.
"Ada kemungkinan kabut awan yang dapat menghalangi sinar Matahari melalui atmosfer Bumi dapat ditimbulkan oleh letusan gunung berapi maupun perubahan sirkulasi air laut yang dapat meningkatkan penguapan uap air," kata Andi.
Meski begitu, Andi menyebutkan sangat kecil terjadi fenomena surya pethak yang membuat kabut awan yang menyelimuti Bumi ditimbulkan oleh penurunan aktivitas Matahari berkepanjangan, seperti pada tahun 1645 hingga 1715. Kejadian itu disebut sebagai Maunder Minimum yang disebut sebagai "Zaman Es Kecil".
Dalam waktu dekat, kemungkinan terjadi fenomena surya pethak tidak akan terjadi, setidaknya jika dikaitkan dengan aktivitas Matahari. Namun menurut Andi, fenomena ini masih bisa terjadi oleh letusan gunung berapi dan perubahan sirkulasi air laut yang hingga saat ini keduanya sangat sulit diprediksi. (Sc : kumparan)